Kamis, 16 April 2009

cerpen

I Love You, Joshua
Bikin malu…..mungkin itu adalah kata hati ku saat ini ketika memandangi tubuh lunglai kakak tiri ku yang selalu berbaring di tempat tidur. Sejak pertama kali jumpa, waktu Papa memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita yang biasa ku panggil Tante Nano aku sudah tidak menyukai dia. Sampai saat ini aku masih belum bisa menerima Joshua menjadi kakak tiri ku.
Wajah itu, tubuh itu dan kursi roda itu selalu ku lihat berada di Taman setiap pagi, sebelum aku berangkat ke sekolah. Aku benci Joshua, bukan saja karena ibunya telah menggantikan posisi Bunda yang telah meninggal dunia tujuh tahun yang lalu tapi karena kondisinya yang bagai mayat hidup, bak pepatah hidup segan mati tak mau. Selama 2 tahun ini aku merasa tersiksa bila harus terus berada di rumah. Kehadiran dua orang yang sangat ku benci di rumah membuat hidup ku tidak tenang. Ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya di luar kota, sementara ibu tiri ku hanya duduk-duduk di rumah.
Telepon rumah berdering tiga kali. Ibu tiri ku yang mengangkatnya kemudian ia langsung masuk ke dalam kamar nya dan tidak beberapa lama kemudian dia keluar kamar dengan membawa tas besar.
" mau kemana kamu?" tanya ku pada ibu tiri ku itu
" ibu mau ke Medan, Ayah sakit sekarang dir awat di rumah sakit. Ibu mau menemani ayah disana" jelas ibu tiri ku
" nggak perlu. Seharusnya aku yang menemani ayah, bukan kamu. Aku adalah anak kandung nya"
" tapi, ibu adalah isteri ayah mu" ujarnya
" isteri baru nya ayah" aku mengingatkan
" terserah lah. Lindy, besok kamu kan ada quiz jadi nggak mungkin kalau kamu meninggalkan kuliah. Nannti dari Medan, ibu akan langsung mengabari" jelas ibu tiri ku
" tapi aku tetep mau menjenguk ayah. Aku tahu kamu pasti berharap bahwa ayah ku segera mati dan kamu bisa menguasai harta kekayaan kami kan? Tapi, aku nggak akan sebodoh itu. Kalau seandainya ayah ku meninggal disana, itu artinya kamu lah pembunuh nya. Dan jangan harap bahwa kamu akan selamat dari jeratan hukum. Oh iya, anak mu si Mayat hidup itu juga akan mengikuti jejak ayah ku nantinya. Ngerti kamu?" ancam ku
" terserah apa mau mu, ibu hanya peduli pada kesehatan Ayah mu. Titip Joshua ya, meski dia tidak bisa bicara, tapi pandangan matanya mengisyaratkan kalau dia sayang banget sama kamu" pinta nya
***
Beberapa jam kemudian ibu tiri ku menelpon mengabarkan bahwa ayah sudah bisa dibawa pulang, tapi kondisi ayah masih belum stabil jadi ibu tiri ku itu harus tetap disana samapi ayah benar-benar pulih.
" eh.....sudah waktunya makan siang. Gue sudah siapin makan siang di atas meja, loe ambil sendiri ya. Pembokat gue lagi pulang kampung, jadi nggak ada yang bisa melayani loe. Gue mau ke kampus dulu. Oke?" ucap ku pada Joshua.
***
Malam itu hujan turun sangat deras. Petir dan kilat saling bersahutan satu sama lain. Lampu di rumah mati karena kabel listrik di depan kompleks konslet terkena pohon yang tumbang. Untunglah Krisna, teman kuliah ku bersedia mengantar ku pulang.
" serem, Krisna....." ucap ku sedikit ketakutan
" nyalain lilin nya dong. Gue juga takut kali, gue pulang aja yach......" pamit Krisna
" dasar penakut, loe kan cowok harusnya elo yang jagain gue, bukannya loe yang kabur duluan, gimana sih?" umpat ku
" nyokap gue mau melahirkan....." sorak nya dari dalam mobil
Meski berkelamin laki-laki tapi kalau soal nyali dan kekuatan fisik Krisna lebih lemah dan penakut dari aku. Huh.....badan doang yang gede, nyali ciut!
" lapar........." ucap ku ketika perut ku mulai bernyanyi sumbang
" masih ada makanan nggak ya?" ujar ku sambil membuka tudung saji
" astaga....bau makanan basi, pasti dari piring ini"
" ya ampun.....ini bukannya makan siang yang aku siapkan untuk Joshua? Kok nggak di makan sih? Perlu gue hajar nih!" aku mulai mencak-mencak sendiri
" eh....gue udah susah-susah bikin makan siang, tapi nggak loe makan. Nggak enak ya? Udah syukur gue mau kasih makan loe, eh nggak dihargain. Jawab dong!" bentak ku
" ooo....kamu kan mayat hidup, jangan kan ngambil makan di dapur buat ngomong aja sulit. Jadi, loe belum makan dong dari tadi?"
" kasihan juga gue lihat kondisi loe sekarang ini. Ya udah, gue ke depan kompleks dulu cari makanan" pamit ku

***
" Cuma ada bakso nih, nggak apa-apa kan? Lumayanlah buat ganjel perut sampai pagi. Gue suapi yah" ujar ku sesaat setelah kembali dari warung bakso.
" enak nggak? Gue suka banget sama bakso di depan kompleks kita. Loe pasti juga suka kan?" pamer ku
Beberapa detik kemudian listrik mulai nyala, sekarang kamar Joshua sudah terang benderang lagi.
" duh….bau apaan nih? Loe kentut yah? Dasar.....gue juga mau balas ah." ujar ku
Put...put...put...
" loe kebau-an ya? Makanya jangan macam-macam sama gue. He…he….he…" ujar ku girang
" he….he…" tawa miris Joshua mengagetkan ku
" loe katawa? Astaga, kemajuan nih. Idih....ketawa lagi, tapi ketawa loe manis juga" puji ku
"ups...."
***
Hingga larut malam hujan tak jua reda, petir dan kilat masih terus bersahutan satu sama lain. Entah kapan akhirnya langit tak lagi menangis tapi yang pasti saat ku terbangun mentari telah memancarkan sinar eloknya ditemani kicau burung gereja dan tarian indah kupu-kupu yang berwarna-warni. Hari yang cerah....aku suka suasana saat ini.
Ini adalah hari Sabtu itu artinya kuliah libur. Aku bisa menghabiskan waktu di rumah sambil nonton baca buku di kamar. Aku melangkahkan kaki ke dapur dan meraih sebungkus mie rebus dari rak paling atas. Selesai masak, aku bermaksud menyantap sarapan ku itu. Tapi, tiba-tiba saja aku teringat pada Joshua yang sejak kemarin hanya makan bakso saja. Aku menuju kamar Joshua sambil memboyong segelas susu coklat dan semangkuk mie rebus.
" pagi, Joshua. Gue bawain mie rebus sama susu coklat nih, loe makan ya!" tawar ku
Aku mulai menyuapi Joshua sedikit demi sedikit, hingga makanannya habis. Tapi, sepertinya Joshua tidak menyukai susu coklat buatan ku karena saat aku menyuguhkannya dia sempat menutup rapat-rapat bibirnya.
" habis ini loe mau jalan-jalan ke taman? Gimana kalau kita jalan ke taman kota aja, loe pasti belum pernah ke sana kan? Tempat nya indah loh" ajak ku
" aku mau..." seru Joshua terbata-bata
Aku segera melajukan mobil menuju taman kota. Ternyata kalau hari Sabtu taman kota di penuhi pengunjung. Berbeda sekali dengan hari biasanya yang sepi dan meyenangkan untuk menyendiri.
" hai, Lindy. Loe sama siapa?" tiba-tiba Diaz dan geng nya sudah berada di belakang ku
" hai juga. Gue...gue lagi sama....kakak gue" jawab ku super gugup.
" halo, Kak" sapa Diaz ramah pada Joshua
" kakak gue lagi sakit, tiga tahun lalu ketika dia masih tinggal di Bukittingi sebuah sepeda motor berwarna hijau melindas tubuhnya. Pengemudi sepeda motor itu kabar gitu aja. Sejak itu keadannya Joshua jadi begini" cerita ku
" kasihan....tapi gue denger loe nggak punya saudara kandung, jadi berita itu bener nggak sih?" tanya Toto yang kebetulan lagi jalan-jalan dengan Diaz dan geng nya.
" Joshua memang bukan saudara kandung gue. Dia anaknya nyokap tiri gue, sekarang beliau lagi di Medan karena bokap gue lagi sakit" jelas ku
Hampir lima belas menit aku dan Diaz tidak membuka percakapan. Aku sedikit grogi kalau
" o.....keluarga loe asik ya. Meski bukan saudara kandung, tapi saling menjaga dan memperhatikan. Loe baik, Joshua pasti beruntung punya adek seperti loe" puji Diaz
Diaz, cowok lucu yang sempat menjadi kekasih ku dua tahun lalu itu semakin lama semakin keren aja. Rasanya jantung ku hampir copot ketika bertemu lagi dengan Diaz untuk yang pertama kalinya setelah kami putus. Banyak perubahan yang ku rasakan dari Diaz, cara bicaranya sudah mulai sopan dan teratur, cara berpakaiannya rapi, rambutnya di potong pendek dan diberi gel. Wah....kalau ketemu Diaz tiap hari, bisa-bisa aku jatuh cinta lagi nih.
" aku mau terapi, Ndy" ujar Joshua saat aku membaringkan tubuhnya di kasur sepulang dari taman
" bagus kalau begitu. Itu baru kakak aku" jawab ku
" akhirnya kamu perhatian juga sama aku" jawabnya terbata-bata dan sangat pelan
" iya. Ah sudah lah, jangan di bahas. Besok aku akan antar kamu terapi ke klinik di luar kota" usul ku
***
" kondisi fisik nya bagus, kondisi mental nya saja yang masih sering drop. Insya allah di rawat dua bulan di klinik ini pasti sembuh" ujar Dokter Wondo
" jadi Joshua harus dirawat disini selama dua bulan, Dokter?" tanya ku
" iya, supaya kami mudah mengawasi nya" jawab dokter
" Pergi aja, aku disini" ucap Joshua

***
Hari ini tepat dua bulan Joshua di rawat di klinik Rainbow. Ibu, ayah dan aku berencana akan menjemput Joshua di klinik. Tapi saat menuruni tangga rumah, kaki ibu terkilir dan akhirnya terpaksa tidak bisa menjemput Joshua di klinik. Untunglah saat itu Diaz berkunjung ke rumah dan menawarkan diri menemani ku menjemput Joshua.
" hai, Joshua......" sapa ku
" hai Lindy" jawab Joshua
" wah kamu sudah benar-benar sembuh ya? Syukurlah" ucap ku
" ngapain kamu kemari? Dasar kurang ajar! Kamu mau membunuh ku lagi?" bentak Joshua pada Diaz
" Joshua...ini Diaz yang dulu pernah aku kenalin ke kamu. Dia temen aku" ujar ku
" dia yang nabrak aku dan meninggalkan aku sendirian di malam itu. Dia yang bikin aku lumpuh bertahun-tahun" jawab Joshua dengan penuh emosi
" Diaz, bilang kalau Joshua salah. Bukan kamu kan yang menabrak Joshua?" tanya ku tidak percaya
" iya. Aku yang nabrak Joshua sepulang dari bar. Malam itu aku mabuk dan nggak bisa mengendalikan diri. Saat menabrak Joshua, aku langsung lari tapi tidak lama kemudian aku kembali lagi namun tubuh Joshua sudah tidak ada di TKP" jawab Diaz dengan kepala menunduk
" selama tiga tahun ini aku berusaha mencari Joshua kemana-mana, tapi nggak ketemu. Saat kita bertemu di Taman Kota aku baru tahu bahwa Joshua adalah saudara tiri mu. Dan......"
" dan kamu berusaha menutupi nya dari aku, iya kan? Kamu nggak usah menyangkal bahwa kamu adalah seorang pengecut yang lari dari tanggung jawab" umpat ku
" aku....."
" kamu jahat! Pergi kamu dari sini! Aku nggak meu lihat kamu lagi" hardik ku
Diaz pergi begitu saja setelah ku usir, tanpa sekalipun membalikkan wajahnya ke arah ku. Dia terus berjalan maju sambil menundukkan kepalanya.
" tunggu!" sorak Joshua
" meski kamu sudah menabrakku, tapi aku nggak menyalahkan kamu. Bukan kah setelah pertemuan kita di Taman Kota itu kamu segera meminta maaf" ujar Joshua
" Dis, kamu sayang kan sama Diaz? Harusnya kamu memeprtahankan dia" ujar Joshua pada ku
" tapi, aku nggak suka sama orang yang sudah membaut kamu menderita bertahun-tahun" jawabku
" Diaz cerita bahwa dia sangat sayang sama kamu, tapi dia nggak berani mendekati kamu karena kalian sudah putus apalagi Diaz sudah menabrak ku" cerita Joshua
Mungkin karena cinta akhirnya aku mau menerima Diaz kembali. Peristiwa ini nggak akan terjadi kalau seandainya Joshua tidak berhati besar dengan memaafkan Diaz yang sudah menyengsarakan nya selama bertahun-tahun.
Ternyata memiliki Joshua dan ibu nya adalah sebuah karunia terbesar dalam hidup ku. Dulu aku terlalu picik untuk menilai seseorang. Aku sadar bahwa Bunda nggak akan pernah tergantikan oleh siapa pun, tapi itu bukan berarti bahwa ibu tiri ku jauh lebih buruk dari Bunda.
Aku sayang ibu dan Joshua, seperti aku sayang pada Bunda, Ayah dan Diaz. Selama ini aku nggak pernah kehilangan, malah aku mendapatkan perhiasan terindah di bumi ini yaitu Ibu dan Joshua. I love you Mom, I love you Joshua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar