Kamis, 16 April 2009

Tamparan Keras untuk Orang Yang Pantas

Malam ini ku nikmati kesendirian ku. Hanya seorang
diri, menyepi di taman belakang rumah ku. Angin
berhembus kencang, menerbangkan rambut ku yang terurai
sebahu. Petir dan kilat menyambar dengan garang nya.
Ku tatap langit yang kelam di atas sana, masih
berharap akan muncul bintang yang mau menemani ku
menghabiskan malam bersama di tempat ini. Aku tahu itu
adalah impian gila, petir dan kilat serta angin
kencang adalah pertanda bahwa sebentar lagi akan turun
hujan. Jadi, mana mungkin akan ada bintang yang muncul
?. Perlahan-lahan hujan turun dengan keanggunannya.
Membasahi wajah ku yang terus menengadah ke langit
kelam. Aku masih tetap bertahan duduk di kursi tanpa
beranjak sedikitpun dari tempat itu. Aku ingin
menaklukkan malam ini dengan terjaga semalaman. Hujan
mulai deras dan membasahi seluruh tubuh ku. Petir dan
kilat juga semakin keras menyambar.
" tuhan....aku tidak akan beranjak sedikitpun dari
tempat ini. Aku akan menaklukkan hujan mu"
Sorak ku.
Malam semakin larut, namun hujan semakin deras. Aku
masih terpaku duduk di kursi menahan rasa dingin yang
mulai menyerang ku.
"Aku tidak boleh kalah dengan hujan. Aku akan
menakluk kan nya." gumam ku terus menerus.
"Tuhan, aku tidak akan kalah dengan hujan ini"
Teriak ku sekeras-kerasnya.
"aku benci dengan hujan mu ini. Aku tidak akan
kalah, tidak akan pernah kalah lagi.Ingat itu
Tuhan!" teriak ku dengan suara agak menggigil.
Seorang wanita setengah baya mendekati ku, ia memeluk
dan mendekap ku dalam tubuh nya yang hangat. Sambil
menangis wanita itu berkata
"Cha, apa yang kamu lakukan? Ini sudah malam, mbok
nggak mau kamu sakit. Ayo kita masuk" bujuk nya.
" mbok, biarkan Cha disini. Cha mau mengalahkan
hujan. Cha nggak boleh kalah dengan hujan" Ujar
ku
" ada masalah apa, Cha? Cerita sama si Mbok" tanya
Mbok Darsih prihatin
" Tuhan jahat sama Cha, mbok" ujar ku
" astagfirullahalâazim.....istighfar Cha. Kalau
Allah marah sama Cha bagaimana?" tanya Mbok
" Cha nggak peduli lagi sama Allah. Selama ini Cha
shalat, puasa, zikir, infaq. Cha juga nggak pernah
mendekati larangan Nya, karena Cha selalu ingat bahwa
Allah itu Akbar. Tapi....apa yang diberikan Allah pada
Cha, mbok? Dia nggak pernah mengawasi Cha dari atas
sana!" umpat ku
" kamu ngomongin masalah apa,
sayang? Ingat, Allah Swt itu maha mengetahui, maha
mendengar dan maha melihat jangan sampai Allah murka
pada mu" Mbok semakin tidak mengerti dengan ucapan
ku.
" selama ini mbok selalu menasehati Cha bahwa Allah
itu maha melihat, tapi ketika kertas ujian Cha diambil
teman apa Allah juga melihatnya mbok? Apa Allah
mendengar niat jahat orang itu? Apa Allah mengetahui
tindakan mereka yang menyabotase kertas ujian Cha?"
ujar ku kecewa
"oh, masalah itu. Kita sebagai muslimah harus sabar
menghadapi masalah. Ini Cuma 1% dari cobaan yang
diujikan allah pada umatnya. Yakinlah suatu saat Allah
akan menunjukkan kebesarannya, meski bukan sekarang"
nasehat si Mbok
" jadi, Cha harus menunggu sampai mati? Cih....kalau
begitu aku bisa membalasnya sendiri" jawab ku emosi
" biar Allah yang membalas perbuatan orang yang
mencelakai umatnya. Allah punya cara sendiri untuk
menghakimi mereka. Sabar, sayang" ucap si Mbok
Aku penat dengan kepalsuan di dunia ini. Sahabat yang
selama ini sudah ku anggap sebagi saudara kandung ku
ternyata berbalik mencengkram ku dengan kukunya yang
tajam dan beracun. Tak pernah sedikitpun terlintas di
benakku untuk menyakitinya, tapi kenapa dia tega
melakukannya pada ku. Belum lagi dia menghasut
teman-teman sekelas ku yang lain hingga berpihak
membelanya. Setiap orang bertanya kenapa kami tidak
lagi jalan bersama, dia menyebarkan fitnah bahwa aku
telah menuduhnya menyabotase kertas ujian ku. Padahal
aku tidak pernah berniat memfitnahnya. Dia yang
menciptakan fitnah pada dirinya, entah apa niat
dibalik itu. Dan ketika fitnah itu pun mulai muncul,
Allah SWT tidak menolongku. Padahal dalam firmannya ia
menjanjikan akan menolong orang yang teraniaya.
Fitnahan itu lama kelamaan menampakkan bukti yang
nyata. Salah seorang dari adik kelas ku melihat Helsi
menyembunyikan kertas ujian ku dibalik bajunya. Orang
itu berani bersumpah bahwa dia melihat hal itu.
Awal perang dingin kami adalah hari Selasa lalu,
yakni ketika nilai matakuliah Pancasila keluar. Helsi
dengan bangganya memperlihatkan nilai A+ nya sedang
aku terpuruk karena nilai BL (belum lengkap) yang
terancam E. Sejak saat itu ia berusaha menghindar dari
ku, setiap ku tegur dia berpura-pura tidak melihat.
Bahkan Helsi dan dua orang temannya, yakni Dika dan Tyna
melintas begitu saja tepat di depan ku dengan membuang
muka. Awalnya ku fikir merela malu memiliki teman
dengan nilai BL, tapi Fatur juga memiliki nilai BL
yang lebih banyak dari ku. Lantas kenapa mereka tidak
ikut membenci Fatur?. Ku ceritakan perasaan kecewa
yang ku alami pada salah seorang yang ku anggap adalah
teman ku, yakni Adli. Entah apa yang ia katakan pada
Helsi, tapi yang jelas keesokan harinya sudah beredar
kabar bahwa aku telah memfitnah Helsi dan Dika.
Menurut Fatur, kabar itu disebarkan oleh Helsi kepada
teman-teman ku di Mapala kampus. Di sekretariat
Mapala, Helsi menceritakan cerita bohong tentang
dirinya dengan wajah memelas dan minta dikasihani.
Karena itulah Fatur merasa sebal dan lebih memilih
berteman dengan ku dari pada dengan Helsi. Sampai
kejadian itu, Allah juga tidak berbuat apa-apa untuk
menolong ku.
Kamis kemarin aku mendapat giliran piket menjaga
sekretariat Hima. Harusnya aku pulang bersama Wina
karena rumahnya searah dengan rumahku. Tapi, Helsi
merayunya untuk makan goreng di gerbang kampus. Aku
tahu maksud Helsi adalah agar aku pulang sendiri dan
kesepian. Tapi, itu tidak terjadi karena aku memang
sudah ada janji dengan Fajri mantan kekasih Dika. Dia
mengajak ku jalan ke mall hendak mencari kado ulang
tahun untuk keponakannya. Awalnya, aku tidak tertarik
sedikitpun pada Fajri, tapi karena Dika telah
mengkhianatiku makanya aku mau diajak jalan oleh
Fajri. Ya, hitung-hitung membalaskan rasa sakit hati
ku pada gadis tengil itu.
Perang dingin terus terjadi antara aku, Helsy dan
Dika. Manusia bodoh itu tidak akan berani melawanku
dari depan karena mereka memang pengecut yang hanya
berani menusuk dari belakang. Tapi aku tidak akan
gentar, karena aku berpijak pada kebenaran. Aku
teringat dengan seorang tokoh sosiolgi bernama Cosser
yang menyatakan bahwa konflik timbul bagaikan magma
yang terus menumpuk dan suatu saat terjadi pergeseran
sedikit saja akan menimbulkan ledakan yang dahsyat.
Aku setuju dengan teori itu karena aku mengalaminya
sendiri. Aku sudah terlalu lama menahan rasa sakit
dalam berteman dengan Helsy, Dika dan Tyna. Puncaknya,
memang haruslah terjadi konflik ini. Keputusan ku
sudah bulat untuk tidak akan bergaul lagi dengan
ketiga orang itu. Sudah cukup sekali disakiti, dan aku
tidak ingin mereka sakit untuk yang kedua kalinya.
Karena hanya manusia bodoh yang mau jatuh pada lubang
yang sama untuk kedua kalinya. Hatiku sudah cukup
teriris karena pengkhianatan dan fitnah mereka.
Kemunafikan Helsi terbukti ketika dia memuji Dina,
Ika dan Irma yang dahulunya sangat ia benci karena
dianggap centil dan sok cantik. Tapi sekarang Helsi
malah mendekati mereka karena ingin mencari sekutu
untuk menjatuhkan ku. Membayangkan ulah Helsi yang
satu ini membuat ku sulit untuk menahan tawa. Mana
mungkin Dina Cs mau berpihak padanya, Dina itu selain
cantik tapi juga pintar. Dia tahu mana orang yang
berhati tulus dan mana yang bersisik.
Keaktifan ku di Hima sepertinya tidak akan bertahan
lama. Setiap aku piket, Helsy pasti ada disana. Aku
seperti di todong pistol. Aku muak dengan segala
kebaikan yang ia tampakkan pada orang lain yang jelas
bertujuan demi mencari sekutu untuk melawanku. Ku
tabahkan hati dalam menghadapi sikapnya. Kucoba
bersikap profesional dengan masih berbicara padanya
sebatas keperluan Hima. Tapi, dengan bangganya dia
mendeklamasikan bahwa aku mengajak damai dan mengakui
kesalahan ku. Kalau difikir, kesalahan ku yang mana
yang harus dimaafkan olehnya? Sebagai mahasiswa dan
mahasiswi aku yakin teman-teman ku lambat laun akan
sadar dengan topeng kebusukan yang digunakan Helsi,
Dika dan Tyna.
Malam minggu kemarin, Adli mengirim sms yang
menerorku. Ia mengatakan bahwa aku tidak pantas berada
di Hima lagi karena tidak ada yang menyukai ku. Ia
mengirim sms itu sampai 3 kali. Bahkan hari Senin ia
mengejek ku di depan kelas dengan kata-kata yang
serupa dengan isi sms nya. Peduli apa dengan kata-kata
monyet yang satu itu? Toh kafilah berlalu juga meski
anjing terus menggonggong. Kesal karena sikap ku yang
masa bodoh, Adli terus mengeluarkan kata-kata ledekan
yang menyakitkan hati. Dia membawa-bawa orang tua ku
dan juga pangeran merpati putih yang selalu ku
sanjung.
"ih, Dedri bencong itu aja dicintai. Kayak nggak
ada orang lain aja. Dasar orang kampung!" ledek Adli
" suka-suka gue. Dari pada gue suka orang jelek,
kucel kayak gembel seperti loe!â balas ku kesal.
Adli fikir dia lebih baik dari pada Dedri. Orang buta
juga tahu bahwa Dedri jauh lebih berkualitas
dibandingkan dengannya. Mungkin di rumahnya tidak ada
cermin untuk berkaca, makanya dia tidak sadar diri.
Dedri mengajarkan ku untuk tabah menerima cobaan Allah
Swt. Ia yakin bahwa suatu saat Helsi dan sekutunya
akan mendapat tamparan keras dari Allah Swt. Ketika
itu ia akan sadar dan memohon maaf pada ku. Disaat
itulah tabir kejahatan dapat terlihat jelas. Takkan
selamanya bangkai dapat disembunyikan. Nantinya
kebohongan itu akan terkuak juga.
Dan benar saja, hari pertama ujian tengah semester
Helsy, Dika dan Tyna yang berangkat ke kampus
berbarengan mengalami kecelakaan. Sebuah truk sampah
menabrak mereka hingga koma beberapa hari. Helsy
mengalami patah tulang serius di pergelangan kakinya
hingga harus diamputasi. Dika mengalami benturan keras
dikepalanya yang menyebabkan ia geger otak. Sedangkan
yang terakhir yakni Tyna mengalami cacat permanen pada
wajahnya yang cantik dan mulus.
Sebagai seorang teman sekelas, aku datang menjenguknya
di rumah sakit. Keadaan mereka yang parah membuat
mereka minder untuk bertemu dengan kami. Aku salah
pernah mempertanyakaan kekuasaan Allah Swt. Allah Swt
maha kuasa, ia membuktikannya dengan peristiwa yang
menimpa ketiga teman ku. Benar juga kata Dedri bahwa
mereka yang jahat, suatu saat kan mendapat tamparan
yang sangat keras dari Allah Swt.
Tiba-tiba hande phone Dedy -ketua kelas ku- bedering.
Ia segera mengangkatnya.
" Halo" sapanya pelan
" apa? Kenapa bisa begitu? Ya ampun....." seru
Dedi kemudian
" ada apa Ded?" tanya ku cemas
" Adli ditangkap polisi" jawab Dedy
" kok bisa?" tanya Dina
" semalam Satpol PP mengadakan razia di sekitar
Taman Melati dan teman kita tertangkap" jawab Dedy
" Tertangkap karena tuduhan apa?" tanya ku tidak
percaya
" semalam ada razia Waria" cerita Dedy
" ha.....ha....ha....Adli jadi bencong Taman
Melati?? Ha....ha.... nggak habis fikir gue" celoteh
ku dengan girang nya
" kenapa loe malah tertawa sih?" omel Ika
" gue nggak habis fikir seorang Adli jadi waria.
Ditengah malam ia kerja melayani om-om? Sementara dulu
dia senang banget menghina Dedri sebagai bencong.
Padahal seumur-umur Dedri itu nggak pernah dandan jadi
cewek. Dia masih normal, suka sama cewek. Nggak
seperti Adli" ledek ku dengan puas
Ingin aku mengunjungi sel dimana Adli ditahan hanya
sekedar untuk mentertawainya sepuas hati ku. Tapi,
kalau aku melakukan hal yang sama tentunya aku tidak
jauh beda dari Adli. Lebih baik aku memaafkan mereka
berempat yang telah mencelakai ku, hitung-hitung
nabung pahal untuk membangun istana disurga.
He....he....

Marisa Elsera
Mahasiswi Jurusan Sosiologi
Unand

Tidak ada komentar:

Posting Komentar